Selasa, 31 Mei 2011

malaikat kecil pengumpul besi bekas...

*Bogor, 8 Desember 2010..




Jumat pagi,..


Setelah lelah berkeliling menemani seorang kawan mencari serangga untuk tugas praktikum, aku dan Rikardo duduk di trotoar depan pintu masuk area praktikum TEP IPB, dekat pintu masuk utama IPB..


Sambil menghitung jumlah serangga yang diperoleh, kami beristirahat sejenak. Di sebelah kiri Rikardo, duduk seorang anak kecil, kira-kira umur 7 atau 8 tahun. Berpakaian amat sederhana, memakai sandal jepit lusuh, dan tangannya menjinjing sebuah plastik kecil berwarna hitam yang isinya entah apa..


Anak kecil itu dengan polosnya mengajak Rikardo berbincang, bertanya-tanya bak reporter kawakan,..
“Kakak lagi ngapain, Kak..?”
“Itu apa kak..?”
“Ihh, takut digigit saya sih kak kalo lihat serangga..”
Dan masih banyak seberondong pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terus dia lontarkan..


Polos banget..
Mungkin karena Rikardo kelelahan juga, jadi dia hanya menjawab sekedarnya..
Namanya juga anak kecil, wajar kalo banyak tanya-tanya..


Penasaran, aku dekati anak kecil itu..
“Ade gak shalat Jumat..?” aku bertanya, karena memang itu waktunya shalat Jumat..
“Ehhh,... Enggak, Kak” jawabnya dengan agak merasa malu. Mungkin karena ketauan gak shalat Jumat.
“Masih sekolah kan de..?” tanyaku lagi.
“Masih Kak, kelas 3 SD..” jawabnya..
Alhamdulillah, pikirku..
Masih sekolah ternyata..


“Nama kamu siapa de..?”
“Irpan, Kak..” jawabnya pendek.


“Kamu rumahnya dimana, de..?”


Dia pun menyebutkan nama daerah yang aku juga lupa.. Asing kedengarannya, makanya aku gak tau. Yang pastinya daerah itu jauh dari Dramaga (wilayah kampus IPB). Harus naik angkot dulu ke arah Ciampea, dan jaraknya lumayan jauh..


Irpan terus aja bercerita..
“Saya tiap hari bolak-balik Kak, dari rumah sampe ke Laladon..”
“Lho, emang ngapain..?” aneh juga, anak sekecil itu udah berani-berani main jauh-jauh..


“Saya jalan kaki dari Ciampea ke Laladon tiap hari, ngumpulin besi-besi bekas. Nanti buat dijual.”
“Hari ini aja saya udah empat kali bolak-balik dong Kak,” ceritanya dengan nada bangga..


“Hahhhh…???”, aku dan Rikardo kaget dan gak percaya..


Kemudian Irpan menunjukkan isi kantong plastik hitam yang dari tadi ada di tangannya. Isinya besi-besi karatan bekas tutup kaleng, paku-paku yang udah patah, patahan besi-besi kecoklatan yang udah gak berbentuk lagi..


Irpan terus aja bercerita..
“Nih Kak, saya tadi dapet ini. Saya kumpulin aja dari jalan, dari Ciampea ke Laladon. Nanti bisa dijual Kak, buat beli beras, bantuin bapak,” tuturnya.


Hati ini miris..
Anak sekecil itu menggadaikan waktu mainnya untuk bantuin keluarganya beli beras dengan jalan kaki bolak-balik Ciampea-Laladon empat kali sehari, atau mungkin lebih dari itu, cuma untuk ngumpulin besi bekas yang udah gak terpakai dan dibuang untuk kemudian dijual dengan hasil yang gak seberapa. Bahkan gak cukup untuk sekedar beli beras..


Aku tau banget, seharian ini belum tentu dia dapat besi satu plastik penuh. Kalo dijual pun gak sampai lima ribu rupiah..


“Kamu gak capek, de..?” tanyaku heran.
“Enggak dong, Kak. Kan buat bantuin bapak,” lagi-lagi dia menjawab dengan nada bangga.


Mau nangis rasanya. Melihat perjuangan anak sekecil itu demi membantu menghidupi keluarganya, yang sebenarnya dia belum punya kewajiban untuk membantu perekonomian keluarga. Dia masih punya hak untuk menikmati masa kecilnya, masih punya hak untuk main-main sama teman sebayanya, masih belum saatnya dia memikul beban di pundaknya yang belum topang..


Matahari mulai meninggi,..
Perburuan serangga cukup untuk hari ini, dan kita memutuskan untuk pulang karena terlalu lelah..


“Irpan udah makan belum..?” tanyaku..
“Belum, Kak. Irpan gak punya uang. Kan besinya juga belum dijual,” akunya


Aku merogoh kantong. Cuma tersisa lima ribu rupiah disitu, dan aku berikan ke Irpan..
“Kakak mau pulang dulu, udah siang..”
“Irpan beli makan yaa, jangan sampe gak makan..”


 “Iyaa Kak, terima kasih..” sambil tersenyum senang.


“Belajar yang rajin yaa, sekolahnya yang baik.. Tetep semangat yaa Irpan..” ujarku bersemangat..


Sambil berlalu, aku terdiam..
Tulus banget hati Irpan mau merelakan waktunya untuk ikut membantu bapaknya. Entah dia melakukan ini karena suruhan, atau paksaan. Tapi salut dengan semua yang dia lakukan. Berjalan gak kenal lelah setiap hari, demi hasil yang gak seberapa..


Irpan gak pernah terobsesi beli mainan bagus, baju yang keren, atau jalan-jalan ke Ancol seperti anak lainnya. Irpan juga gak pernah merengek-rengek minta Playstation, PSP, atau mainan-mainan keren anak kecil zaman sekarang. Obsesinya cuma satu, yaitu mengumpulkan besi yang banyak, untuk beli beras..


Malu, melihat cerminan diri. Banyak keluh kesah yang masih terucap. Setidaknya lewat malaikat kecil ini aku belajar, bahwa kehidupan harus disyukuri. Aku jauh lebih beruntung dari Irpan, dan malaikat-malaikat kecil perkasa lainnya yang harus berjuang sejak dini, meraih impian sederhana, dengan bahu yang belum topang..


Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu..
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu..
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu..
Dipaksa pecahkan karang, lemah kakimu bergetar..
(Iwan Fals)


Tuhan,..
Aku mohon lindungilah Irpan hari ini, esok, dan seterusnya..
Kuatkanlah pijakan kakinya dalam melangkah..
Dan hangatkan dia selalu dalam dekapan-Mu..
Amien..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar